TUGAS BAHASA INDONESIA
JUMLAH FONEM DALAM BAHASA KARO
DEA IVANA KEMBAREN
Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Pendidikan
Guru Sekolah Dasar
Universitas
Quality
T.A
2017/2018
JUMLAH FONEM DALAM BAHASA KARO
No
|
Lambang
|
Pengucapan
|
1
|
A
|
A
|
2
|
B
|
Be
|
3
|
C
|
Ce
|
4
|
D
|
De
|
5
|
E
|
E
|
6
|
F
|
Ef
|
7
|
G
|
Ge
|
8
|
H
|
Ha
|
9
|
I
|
I
|
10
|
J
|
Je
|
11
|
K
|
Ka
|
12
|
L
|
El
|
13
|
M
|
Em
|
14
|
N
|
En
|
15
|
O
|
O
|
16
|
P
|
Pe
|
17
|
Q
|
Qiu
|
18
|
R
|
Er
|
19
|
S
|
Es
|
20
|
T
|
Te
|
21
|
U
|
U
|
22
|
V
|
Ve
|
23
|
W
|
We
|
24
|
X
|
Ex
|
25
|
Y
|
Ye
|
26
|
Z
|
Zet
|
27
|
Ny
|
Nye
|
28
|
Ng
|
Nge
|
29
|
Sy
|
Sye
|
30
|
Kh
|
Kha
|
- Fonem Vokal
Bahasa Karo
memiliki fonem vokal sebanyak Empat buah fonem.Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada contoh sebagai berikut:
Vokal
|
Awal
|
Tengah
|
Akhir
|
/a/
|
/amak/’Tikar’
|
/banci/’bisa’
|
/ula/‘Jangan’
|
/i/
|
/ija/’Dimana’
|
/Malit/’Ga
ada’
|
/kai/’apa’
|
/u/
|
/ula/’Jangan’
|
/buat/’bikin’
|
/bau/’bauk’
|
/é/
|
/éta/’ayuk’
|
/méré/’Kesini
|
/me/’kan’
|
2. Fonem
Konsonan
pada bahasa
Karo.Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada contoh sebagai berikut:
Konsonan
|
Awal
|
Tengah
|
Akhir
|
/b/
|
Buai/banyak
|
/abu/debu
|
/sérab/‘silau’
|
/c/
|
/cia/’kencing’
|
/ucok/’nama
panggilan’
|
–
|
/d/
|
/dahin/
‘kerja’
|
/edi/’ini’
|
|
/g/
|
/gulen/’sayur
|
/enggo/’udah’
|
|
/h/
|
/hariko/
‘kesini’
|
//
‘
|
/basöh/
‘basah’
|
/j/
|
/jambe/’labu’
|
/ija/’dimana’
|
–
|
/k/
|
/kai/
‘apa’
|
/erkai’ngapain’
|
/mulak/’pulang’
|
/m/
|
/man/’makan’
|
/empo/’nikah’
|
|
/n/
|
/nakan/’nasi’
|
//’api’
|
|
/p/
|
/pulung/
‘kumpul’
|
/ipen/’gigi’
|
|
/r/
|
/rende/
‘nyanyi’
|
/aron/’gotong
royong’
|
/anggar/
‘pikirkan’
|
/s/
|
/selop/
‘sandal’
|
/asap/’asap’
|
|
/t/
|
/tutur/’mengenal
keturunan’
|
||
/w/
|
|||
/y/
|
–
|
/uyah/’garam’
|
/éy/’éy’
|
/ng/
|
|||
/ny/
|
Morfologi adalah ilmu bahasa yang mempelajari morfem dan bagaimana morfem-morfem tersebut menjadi kata atau morfem kompleks (T.F. Djajasudarma, 1987:14).Morfem sendiri merupakan satuan bunyi bahasa yang terkecil yang mengandung arti atau ikut mendukung arti.Dikatakan pula bahwa morfologi adalah ilmu bentuk (struktur) kata atau tata bentuk kata (T.F. Djajasudarma, 1987:14).
Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau yang mempelajari seluk-beluk struktur kata yang serta pengaruh perubahan-perubahan struktur kata terhadap golongan dan arti kata (Ramlan, 1980:2).
Didalam morfem dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: morfem bebas dan morfem terikat.
Morfem bebas adalah morfem yang dpat berdiri sendiri dan dapat dimengerti bila dikatakan dalam kehidupan sehari-hari (T.F. Djajasudarma, 1987:14). Contoh dari morfem bebas sebagai berikut:
Ue ‘iya’
matawari ‘matahari’
Beltek‘perut’
Morfem terikat adalah morfem yang tidak dapat berdiri sendiri, karena itu tidak dimengerti apabila dikatakan tersendiri dalam kehidupan sehari-hari. Morfem terikat ini dapat berupa afiks(imbuhan) yang berfungsi mendukung arti (T.F. Djajasudarma, 1987;15).
Morfem terikat dibagi menjadi dua bagian, yaitu morfem terikat secara morfologis (MTM) dan morfem terikat secara sintaksis (MTS). Contoh morfem terikat secara morfologis (MTM) sebagai berikut:
Guro ‘mengganggu’
Periksaken ‘memeriksa’, dan sebagainya.
Adapun contoh morfem terikat secara sintaksis (MTS) sebagi berikut:
Rumahna ‘rumahnya’
Katana ‘ucapnya’, dan sebagainya.
- Bentuk-Bentuk Reduplikasi
Sebagaimana
yang telah disebut sebelumnya bahwa, reduplikasi sebagai proses pengulangan,
dapat terjadi secara penuh (full reduplication), secara sebagian
(parsial), dan dapat pula terjadi karena perubahan vokal maupun konsonan.
Dalam
linguistik Indonesia, istilah reduplikasi sudah lama dikenal, bahkan lazim
dipakai dalam bahasa Jawa. Sebagaimana yang kita kenal dengan istilah:
a. Dwilingga, yakni pengulangan morfem asal atau sering dikenal dengan reduplikasi utuh dengan tidak disertai vokal. Dalam bahasa Karo, misalnya:
a. Dwilingga, yakni pengulangan morfem asal atau sering dikenal dengan reduplikasi utuh dengan tidak disertai vokal. Dalam bahasa Karo, misalnya:
Guro—- guro-guro (Main-main)
Usur—- Usur-usur(Terus-terus)
Siunguda—– Singuda-nguda(anak
gadis-anak gadis)
lang—- lang-lang(ngak-ngak)
Dalam bahasa
Indonesia dwilingga atau reduplikasi utuh, misalnya:
Man-man— semuanya makan
Kade-kade—saudara
Lungun-lungun— kesepian
Dalam bahasa
Sunda dwilingga atau reduplikasi utuh, misalnya:
dalan—dalan-dalan—(jalan-jalan)
b. Dwilingga
Salin Swara,
pengulangan morfem asal dengan perubahan vokal dan fonem lainya, atau sering
dikatakan sebagai reduplikasi utuh dengan disertai perubahan vokal. Dalam
bahasa karo, misalnya:
sudu— sudu-sudu (berkali-kali
batuk)
Lebu— lebu-lebu (berkali-kali memanggil)
mbedak— mbedak-mbedak (berkali-kali
bangun)
muli—muli-muli
(berkali-kali balik)
kujah—kujah-kujeh (berkali-kali
kesana)
Kedua
reduplikasi tersebut jika disertai nasal, akan berwujud dalam contoh lain,
seperti:
c. Dwipurwa, pengulangan silabe pertama atau perubahan bunyi vokal, selain vocal [ ], yaitu [u], [a], [ ] [o] berubah menjadi [ ], sedangkan kata yang suku kata pertamanya bervokal [ ] tidak mengalami perubahan. Dwipurwa sering disebut sebagai reduplikiasi sebagian (parsial), contoh:
c. Dwipurwa, pengulangan silabe pertama atau perubahan bunyi vokal, selain vocal [ ], yaitu [u], [a], [ ] [o] berubah menjadi [ ], sedangkan kata yang suku kata pertamanya bervokal [ ] tidak mengalami perubahan. Dwipurwa sering disebut sebagai reduplikiasi sebagian (parsial), contoh:
Ija-ije-ijo
(Mengatakan tempat)
- Vokal [u], [a], [i] berubah menjadi [ ]:
Lang—Lang—Lenga
(mengatakan belum)
Dalam bahasa
Indonesia dwipurwa atau perubahan bunyi vokal, misalnya:
Erdalin—dalin-dalin
diberu—beru-beru
Singuda—nguda-nguda
leluhur—luhur-luhur
- Suku kata pertama bervokal [ ] tidak mengalami perubahan vokal:
didong—[d lU?] —dididong
[ lU?] Dinyanyikan
d. Dwiwasana, yakni pengulangan yang terjadi
pada akhir kata. Dwiwasana sering disebut sebagai reduplikasi sebagian dari
suku kata bagian belakang. Pada umumnya dwiwasana disertai sufiks-an,
misalnya:
Jungut—junguti—jungutan
(marah)
kiam—kiamken—kiamken(larikan)
Harap-terharap (Berharap)
Bentuk-bentuk
reduplikasi (a) dan (b) tersebut dapat disertai afiks-afiks tertentu atau
mengalami penambahan afiks (reduplikasi berkombinasi dengan afiksasi),
misalnya:
mbere—mbere-mberena (keponakan)
mampa—mampa-mampaken (tersesat)
pedah—pedah-pedahken
(nasehat)
e. Trilingga,
yakni pengulangan morfem asal sampai dua kali, dalam bahasa Jawa,
misalnya:
Lang-lenga
(mengatakan belum)
Ija-ije-ijo
(Menyatakan tempat ).
Jadi
Jumlah fonem dalam bahasa karo ada sebanyak 30 fonem,
Dengan
perincian, vokal sebanyak 5, konsonan 25,
Tidak
ada diftong.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar